Pedagang Kehujanan, Viral, dan Langsung Laris: Memahami Fenomena Psikologis “Social Proof” Melalui Video di Media Sosial

Sudahkah kita meluangkan waktu sejenak untuk mempertanyakan, mengapa begitu banyak orang gemar meniru tindakan yang sedang viral? Dari joget TikTok hingga aksi membantu orang, perilaku kolektif yang dipicu oleh viralitas ini muncul akibat fenomena psikologis yang disebut Social Proof.

Salah satu contoh yang sangat mencerminkan hal ini adalah video seorang penjual balon tua yang sempat viral di TikTok. Dalam video itu, tampak kegigihan penjual dalam menjajakan barang dagangannya; meskipun diguyur hujan, ia tetap setia menjaga dagangannya. Ketekunan penjual menarik perhatian banyak orang, sehingga sebagian penonton terpanggil untuk membantunya dalam menjual produknya dan merekam beberapa orang yang membeli barangnya. Rekaman orang-orang membeli produk mereka kemudian viral di TikTok dan menarik perhatian banyak orang untuk melakukan hal yang sama, setelah itu banyak yang datang untuk berbelanja.

Apa itu Social Proof? Bagaimana Social Proof ini Bisa Memotivasi Orang Untuk Berperilaku Sama?

Social proof adalah jenis pengaruh sosial yang terjadi ketika seseorang meniru tindakan orang lain yang dianggap benar, berdasarkan informasi dari situasi di sekitar mereka. Berbeda dengan normative influence yang didasari oleh tekanan sosial dan sanksi dari kelompok, social proof  berfungsi semata-mata sebagai pengaruh informasi. Saat individu menghadapi ketidakpastian, mereka cenderung memperhatikan tindakan orang lain untuk menentukan langkah yang “benar,” tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari hukum atau norma sosial.

Dalam konteks dunia digital, social proof menjadi semakin kuat dan jelas terlihat di platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook. Di sini, fenomena ini muncul melalui ulasan, saran, dan tindakan bersama yang dapat diamati secara langsung. Ketika seseorang ragu tentang keputusan yang perlu diambil, seperti membeli suatu produk atau mendukung sebuah kampanye, mereka sering kali mengandalkan pengalaman atau ulasan orang lain sebagai acuan. Dengan merujuk pada panduan, mereka seolah-olah mendapatkan dorongan atau nudge menuju arah yang akan mereka pilih dalam pengambilan keputusan. Dengan cara ini, individu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan komunitas daring meskipun mereka merasa mandiri dalam membuat keputusan.

Dalam kasus video viral penjual balon, orang pertama yang melariskan jualannya sangat membantu pedagang balon tersebut, karena dia juga merekam dan membuat video dari aksinya. Dari video itu, orang-orang tidak hanya tersentuh oleh empati, seperti individu pertama, tetapi juga oleh tindakan yang terlihat di rekaman. Di sinilah prinsip social proof berfungsi, di mana semakin banyak individu yang meniru perilaku awal itu, semakin besar dorongan bagi orang lain untuk melakukan hal serupa.

Selain itu, efek viral dari video tersebut memperkuat proses social proof karena media sosial

menawarkan platform yang memungkinkan tindakan individu untuk dilihat dan diikuti oleh ribuan hingga jutaan orang dengan cepat. Ulasan yang baik, komentar yang mendukung, dan aksi membeli balon menjadi bukti konkret bahwa membantu penjual balon itu adalah langkah yang benar dan baik, memotivasi lebih banyak orang untuk berpartisipasi.

Melalui kasus penjual balon yang viral di TikTok, kita bisa melihat sejauh mana fenomena social proof berperan dalam memengaruhi tindakan kolektif. Ketika seseorang melakukan aksi tertentu yang menarik perhatian publik, seperti membantu penjual balon itu, tindakan tersebut menjadi contoh yang kemudian ditiru oleh orang lain. Media sosial mempercepat penyebaran dan amplifikasi fenomena ini, menunjukkan bahwa dalam situasi yang tidak pasti, kita sering kali bergantung pada tindakan orang lain sebagai panduan untuk menentukan apa yang dianggap pantas dan baik untuk dilakukan.