Mengulik Lebih Jauh Mengenai Bullying

Belakangan ini kasus bullying kembali marak diperbincangkan. Munculnya berita dokter muda yang memutuskan mengakhiri  hidupnya akibat menerima tindakan bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menarik perbincangan publik. Kasus ini membuktikan bahwa bullying tak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga dapat terjadi di berbagai lingkungan sosial seperti perguruan tinggi, tempat kerja, dan media sosial. Tindakan bullying ini dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan tepat, seperti munculnya masalah kesehatan fisik dan mental. Oleh karena itu, penting untuk memahami fenomena bullying dan dampaknya agar dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman.

Pengertian 

Bullying berasal dari kata “bully” yang berarti penggertak atau orang yang mengganggu orang yang lebih lemah (Abdullah & Ilham, 2023). Menurut Olweus (1997), bullying adalah perilaku agresif yang sengaja dilakukan kepada orang atau kelompok secara berulang yang menyebabkan keadaan tidak nyaman atau terluka. Hal ini sejalan dengan pandangan Right (2003), bahwa bullying merupakan hasrat menyakiti orang lain yang dilakukan terus menerus dengan perilaku menindas serta diiringi rasa senang dan berkuasa. Dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif berulang yang sengaja dilakukan untuk menyakiti individu atau kelompok yang lebih lemah sehingga korban merasa tidak nyaman atau terluka.

Data Bullying di Indonesia

Fenomena bullying terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut WHO (dalam Marhaely et al, 2024), sekitar 1 dari 3 siswa di seluruh dunia pernah mengalami bullying. Sedangkan di Indonesia, dari data yang dihimpun SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Anak dan Perempuan) mencatat pada tahun 2022 terdapat 1.665 kasus kekerasan fisik/psikis terhadap anak yang berupa bullying atau perundungan seperti kekerasan verbal, penganiayaan fisik, serta kekerasan seksual (KPAI, 2023). Berdasarkan survei Asosiasi Pendidikan Tinggi Indonesia pada tahun 2022, pada tingkat perguruan tinggi, disebutkan bahwa satu dari lima mahasiswa mengaku pernah menjadi korban perundungan/bullying dengan 34% diantaranya mengalami bentuk perundungan verbal atau psikologis. Sedangkan 16% lainnya mengalami perundungan fisik atau seksual (BPHN, 2024). Kemudian, data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat sekitar 520 laporan perundungan atau bullying yang masuk dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa bullying masih menjadi permasalahan serius yang harus diselesaikan di dunia pendidikan.

Jenis bullying

Bullying tidak hanya terjadi dalam satu bentuk saja, tetapi dapat dikategorikan lagi berdasarkan jenis tindakan yang dilakukan. Meskipun jenisnya berbeda, semua jenis bullying termasuk dalam perilaku agresif berulang dengan tujuan yang sama yaitu membuat korban tidak nyaman atau menderita.  Menurut Fadillah (2019), jenis-jenis bullying yang sering terjadi antara lain:

  1. Fisik, merupakan jenis bullying yang paling mudah terlihat karena melibatkan kekerasan langsung atau tindakan fisik terhadap korban. Bullying fisik biasanya terjadi karena secara fisik pelaku memiliki kekuatan yang lebih kuat daripada korban. Bentuk dari bullying ini meliputi perilaku memukul, menendang, mendorong, menarik rambut, dan tindakan fisik lain yang bertujuan untuk menyakiti korban.
  2. Verbal, Bullying jenis ini meliputi penggunaan kata-kata yang bertujuan merendahkan dan menyakiti korban, dapat berupa penghinaan, sindiran, dan ejekan terhadap penampilan, jenis kelamin, agama, atau perilaku korban. Meskipun tidak melibatkan kekerasan secara langsung, tetapi jenis bullying ini tetap dapat meninggalkan luka atau trauma bagi korban.
  3. Cyberbullying, bullying jenis ini sulit dikenali karena terjadi secara online. Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor dari munculnya cyberbullying. Bentuknya dapat berupa mengirimkan ancaman, pesan yang menakutkan, serta penyebaran kebencian atau fitnah di media sosial.
  4. Relasional, Bullying jenis ini menggunakan manipulasi hubungan sosial untuk menyakiti dan mengisolasi korban. Melibatkan tindakan seperti memfitnah, menyebarkan desas-desus buruk, atau mengisolasi korban dari kelompok sosialnya. Pelaku menggunakan kekuasaannya dalam kelompok untuk mendominasi atau merendahkan korban secara sosial. Hal ini menyebabkan korban kehilangan dukungan sosial dan merasa diabaikan oleh lingkungan sosialnya.

Penyebab

Bullying merupakan hal kompleks yang melibatkan berbagai faktor dalam memunculkan atau memperkuat perilaku tersebut. Menurut Alfiyatun, Vanista, & Patmawati (2019), terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku bullying, yaitu:

  1. Pola pengasuhan orang tua, termasuk cara mereka mendidik dan memberikan perhatian, berperan penting dalam membentuk perilaku seseorang. Keluarga yang tidak memberikan perhatian atau menerapkan pola asuh yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko individu terlibat dalam perilaku bullying.
  2. Adanya interaksi dengan teman sebaya yang sangat dominan dapat mempengaruhi perilaku bullying, baik secara langsung atau tidak langsung. Kelompok teman sebaya atau geng yang terbentuk dapat mempengaruhi individu untuk melakukan atau terlibat dalam perilaku bullying, terutama jika mereka meniru perilaku negatif dari anggota kelompok.
  3. Adegan-adegan kekerasan yang ditampilkan dalam film atau program televisi seringkali ditiru, yang dapat memperburuk perilaku bullying. Selain itu, penggunaan sosial media yang berlebihan juga dapat membuat individu menjadi apatis dan kurang peka terhadap lingkungan sosial mereka, yang berkontribusi pada perilaku bullying.

Dampak

Bullying dapat berdampak pada seluruh aspek kehidupan korban, seperti aspek fisik, sosial, dan psikologis (Saputri et al, 2023). Dampak fisik terjadi karena adanya kekerasan atau penindasan secara langsung terhadap fisik korban. Dampak ini dapat berupa memar, luka, infeksi, hingga kecacatan pada anggota tubuh korban. Selain fisik, bullying juga berdampak pada aspek sosial korban. Korban cenderung mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, seperti takut untuk bergaul, sering menyendiri, dan menurunkan partisipasi di lingkungan sosial, contohnya sekolah yang pada akhirnya berdampak juga pada penurunan prestasinya. Dampak lain yang tidak kalah merugikan datang dari aspek psikologis. Bullying dapat mengakibatkan gangguan mental seperti munculnya perasaan tidak berguna, tidak aman, tertekan, dan tidak percaya diri yang dapat memicu kecemasan, hingga depresi. (Yamin et al, 2018). Bullying dapat berdampak sangat buruk jika terus dibiarkan tanpa adanya usaha mengatasi permasalahan serius ini.

Solusi

Bukan hal yang mudah untuk mengatasi bullying, terlebih fenomena ini seringkali sudah mengakar dan membudaya di sebagian lingkungan. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk menuntaskan permasalahan bullying. Berikut cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi bullying:

  1. Memberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait jenis, penyebab, dan dampak bullying. Harapannya, masyarakat dapat lebih sadar akan bahaya yang ditimbulkan sehingga berusaha untuk menghentikan perilaku bullying di lingkungannya.
  2. Meningkatkan keterampilan interpersonal seperti empati yang nantinya dapat membantu individu dalam berinteraksi sosial secara positif. 
  3. Dalam konteks anak dan remaja, peningkatan peran orang tua tentu sangatlah penting untuk melakukan pencegahan dan penanganan bullying. Orang tua berperan untuk mengawasi, mengarahkan, serta membimbing anaknya agar tidak melakukan tindakan negatif seperti bullying.
  4. Peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam hal ini, yaitu untuk membuat kebijakan yang tegas terkait bullying agar tercipta lingkungan yang lebih aman.
  5. Ketika bullying sudah terlanjur terjadi, maka penting untuk menangani trauma psikologis pada korban maupun pelaku. Hal ini bertujuan untuk menghentikan siklus bullying dan meningkatkan kualitas hidup keduanya.

 

Call Center Hima Psikologi UNY : 

https://bit.ly/TemanCerita2024 

Setiap orang berhak merasa aman dan dihargai



REFERENSI

Abdullah, G., & Ilham, A. (2023). Pencegahan perilaku bullying pada anak usia sekolah dasar melalui pelibatan orang tua. Dikmas: Jurnal Pendidikan Masyarakat Dan Pengabdian, 3(1), 175-182.

Alfiyatun., Vanista, A., & Patmawati, I. (2023). Faktor Penyebab Perundungan Pada Pelajar Usia Remaja Di Pangandaran. Jurnal Pendidikan Sosial Dan Konseling, 1(3), 1067-1072.
Fadillah, A. N. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Aksi Perundungan. Jurnal Belo, 5(1), 86-100.

https://www.kpai.go.id/publikasi/tiada-toleransi-bagi-kekerasan-terhadap-anak. Diakses pada 5 Oktober 2024.

https://bphn.go.id/berita-utama/cegah-perundungan-di-lingkungan-perguruan-tinggi-bphn-gelar-penyuluhan-hukum-serentak-berskala-nasional. Diakses pada 5 Oktober 2024.

Marhaely, S., Purwanto, A., Aini, R. N., Asyanti, S. D., Sarjan, W., & Paramita, P. (2024). Literature review: Model edukasi upaya pencegahan bullying untuk sekolah. Jurnal Kesehatan Tambusai, 5(1), 826-834.

Olweus, D. (1997). Bullying at School: What We Know and What We Can Do. Oxford: Blackwell

Right, K. (2003). The Psychology of Bullying: Causes and Effects. London: Psychology Press.

Saputri, R. K., Pitaloka, R. I. K., Nadhiffa, P. A. N., & Wardani, K. K. (2023). Edukasi Pencegahan Bullying Dan Kesehatan Mental Bagi Remaja Desa Sukowati Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 10(1), 44-49.

Yamin,  A. et  al.(2018) ‘Pencegahan Perilaku Bullying    pada    Siswa-siswi    SMPN    2 Tarogong Kidul Kabupaten Garut’, Jurnal Pengabdian  Kepada  Masyarakat,  2(4),  pp. 293–295.

 

Penulis: Salsabila Yuniana Triastuti